Tampak begitu berang Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim, terhadap pihak-pihak yang hendak mengelabui kronologi permasalahan tanah rakyat yang dirampas oleh PT. Cemerlang Abadi sejak dua puluh tahun silam.
Bagaimana tidak, Akmal Ibrahim mantan wartawan Serambi Indonesia yang pernah melakukan investigasi persoalan tersebut pada 12 April 1998 kala itu, pada saat ini ketika ia sebagai Bupati Abdya menolak memberi rekomendasi perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Cemerlang Abadi, muncul pula pihak-pihak hendak membela PT. CA dengan mengatakan bahwa rakyat telah merampas tanah perusahaan.
"Saya tak bisa menceritakan detilnya, tapi akhirnya 54 orang dipenjara, dipaksa berpisah dengan anak-anak, orang tua, dan istrinya. Saya tahu, sebab kala itu, saya adalah wartawan Hr Serambi Indonesia yg ditugaskan khusus untuk menginvestigasi kasus ini," ungkap Bupati Akmal di dinding akun Facebooknya, Kamis (12/4/2018).
Disinggung Bupati Akmal, sengketa antara rakyat Babahrot-Kuala Batee dengan perusahaan PT. CA tersebut ketika kabupaten Abdya ini belum mekar, yakni masih Aceh Selatan, kala itu, pemilik perusahaan bermain tangan besi sehingga rakyat pemilik lahan menjadi korban kekerasan hingga terjadi tumpah darah malah tewas sekalipun.
"Kini, kalian sudah tak paham luka ini, tapi kami mengenangnya dengan istilah TRAUMA LUKA PT CA.......
Ya, itulah awal sengketa rakyat dengan PT CA. Itu diawali oleh program cetak sawah baru oleh pemerintah Aceh Selatan. Abdya belum lahir. Kadis Pertanian kala itu Pak Maksalmina Ali, dan pelaksananya adalah Pak Sulaiman Adami," sebut Akmal Ibrahim kepada generasi Abdya yang masih banyak tak mengetahui hal itu.
Sambung Akmal, program cetak sawah itu dimulai tahun 1990 di lokasi PT CA. Ide dan programnya dari Pemerintah. Serta, sawah yang sudah dicetak tersebut langsung dibagikan kepada masyarakat.
"Tahun 1996, lahan itu sudah jadi sawah milik warga Kuala Batee dan Babahrot.
Satu hari di tahun 1996 (saya lupa tanggal dan harinya), alat berat PT CA menggali parit dalam sawah milik rakyat itu. Padi-padi yang sedang menguning, termasuk padi milik ulama Babahrot, Tgk H Abubakar Albayani, dilindasi dan digali oleh alat berat perusahaan. Dan sejak itu konflik antara masyarakat dan PT CA mulai memanas," beber Akmal Ibrahim.
Namun upaya mediasi antara masyarakat dengan perusahaan PT. CA pun tidak menemukan jalan keluar, sedangkan pemerintah pun seperti kehilangan solusi. Dan, pada 12 April 1998 menjadi puncak perseteruan, yaitu ribuan warga Kuala Batee dan Babahrot, mendatangi PT CA dan membakarnya barak-barak karena emosi masyarakat yang tak mampu lagi dibendung.
"Seterusnya datang aparat keamanan hingga kejadian yg mewariskan luka cukup dalam ini terjadi, persis hari ini 20 tahun lalu," ucapnya.
Sekarang, tanah-tanah yang disengketakan itu adalah sawah produktif dan perkebunan sawit yg cukup bagus, jauh lebih bagus dari kebun sawit CA yg ditelantarkan. Semua punya pemilik, dan mereka sudah mempertahankan miliknya dengan darah dan airmata, sejak puluhan tahun lalu.
"Saya tulis ini karena saya adalah saksi sejarah. Sangat paham soal ini. Kalian yg muda-mudi, jangan lupakan, apalagi kalian belok-belokkan sejarah ini untuk menambah luka rakyat yg sudah cukup lama menderita," tulis Bupati Akmal Ibrahim.
Tak hanya sekedar menceritakan sejarah luka masyarakat, Bupati Akmal juga memastikan bahwa ia terus melakukan memperjuangkan hak masyarakat diatas aturan yang berlaku.
"Kalau kalian sudah tak punya hati, bersikaplah suka-suka kalian saja. Tapi kalau saya, harus saya pastikan, tetap di atas rel TANAH UNTUK RAKYAT......
Dalam kondisi seperti ini, datang pula surat dari BPN dan YARA, meminta saya membagi tanah itu. Apa yg harus saya lakukan," tambah Bupati Akmal.
Akmal juga menyatakan dengan tegas bahwa tanah tersebut bukan kepemilikan PT. CA, sehingga, maksud dari kata sudah dikembalikan itu merupakan upaya memanipulasi data atau informasi seperti statement Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Pusat, Safaruddin beberapa waktu lalu.
"Tanah itu tak pernah dikuasai apalagi dimiliki secara fisik oleh PT CA sejak 30 tahun lalu. Jadi Apa yg dikembalikan. Inikan upaya manipulatif untuk menunjukkan betapa PT CA itu sangat baik, sehingga pantas izinnya diperpanjang," ujarnya.
Padahal, sambungannya, tanah-tanah sawah dan kebun itu, punya pemilik sah, dan sudah mereka miliki sejak 30 tahun lalu.
Hingga membuat Akmal bingung apa yang disarankan Ketua YARA pusat guna dibagi kepada masyarakat, sepatutnya, lembaga advokasi hak rakyat ini bukan lah membela pengusaha yang telah merampas tanah masyarakat, tapi hal ini malah sebaliknya.
"Apa yang saya bagi......Saya yang gila, atau mereka yg menyuruh saya kebetulan mungkin agak-agak kurang akal. Saya tegaskan pada kalian semua, saya masih waras dan punya hati. Kalau mau bagi, biarlah urusan kalian saja. Kalian yang punya kuasa kok. Tapi Yang pasti, salah satu lawan kalian adalah saya.........,"tutur Bupati Abdya, Akmal Ibrahim.