Rumah Sakit Keluhkan Pasien Tak Bertanggung Jawab
■ Oleh: Muhammad - 13 March 2018Era keterbukaan informasi sekarang ini citra rumah sakit begitu mudah dihancurkan karena pengaduan pasien yang tidak bertanggung jawab. Perkembangan informasi teknologi menyebabkan pengaduan dari
pasien dengan mudah menyebar ke media massa sebelum terverifikasi kebenarannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DR. Kuntjoro dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komite III DPD RI di Ruang Rapat Komite III DPD
RI, Selasa (13/3). RDPU ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komite III Abdul Aziz turut dihadiri Pakar Hukum Kesehatan Prof. Veronica Komalawati.
Kuntjoro menjelaskan, ada beberapa permasalahan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Permasalahan dalam pelayanan seputar tiga hal, yaitu komunikasi, interaksi dan hubungan antar manusia. Menurutnya,
tantangan pihak rumah sakit dalam menangani pasien secara persona saat
ini adalah pasien selalu merasa ingin diakui sebagai makhluk insani yang bermartabat, tapi tidak memahami kewajibannya sebagai pasien.
Pengurus Persi DR. Edi Sumarwanto mengakui, tidak semua dokter bersikap profesional. Tapi seorang dokter sudah terikat pada kode etik profesi dan norma hukum. Oleh karena itu, dalam melindungi kepentingan pasien norma hukum dan kode etik profesi sudah cukup memadai. “Jadi sebenarnya tidak perlu lagi UU Perlindungan Pasien. Tinggal penegakan terhadap kode etik dan norma hukum yang ada saja,” katanya.
Edi khawatir apabila UU Perlindungan Pasien dibuat bisa memicu protes dari kelompok rumah sakit dan dokter dan juga pelaku pelayanan kesehatan lainnya. “Dokter saja sekarang sudah banyak yang dikriminalisasi. Jika ada UU Perlindungan Pasien dikhawatirkan ada permasalahan baru, yang pada akhirnya justru lebih merugikan semua
pihak,” klaimnya.
Pakar Hukum Kesehatan Prof. Veronica Komalawati menilai, pembentukan UU Perlindungan Kesehatan tidak perlu. Sebab, sudah ada kode etik dokter dan undang-undang lain yang mengatur tentang hak-hak
pasien. “Menurut saya hanya pasien yang baik saja yang berhak mendapatkan perlindungan, sedangkan yang tidak baik tidak berhak
mendapat perlindungan,” kelakarnya.
Veronica khawatir pelaku industri kesehatan menjadi tersandera dengan adanya UU Perlindungan Pasien. Dikhawatirkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi tidak optimal. “UU Kedokteran, kode etik dan UUD Negara sudah ada. Kalau kita terlalu banyak buat UU khawatir nanti
UU yang sudah ada malah terlupakan,” cetusnya.