Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Lahan HGU Di Abdya Terlantar, Menteri Sofyan; Izinnya Tak Akan Diperpanjang

23 March 2018
Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Sofyan Djalil menegaskan bahwa warga negara asing (WNA) dilarang memiliki tanah di Indonesia. Mereka hanya dibenarkan menguasai tanah lewat instrumen Hak Guna Usaha (HGU).

Penegasan Menteri Sofyan ini membantah tudingan politikus Amien Rais yang menyatakan 74 persen lahan di Indonesia dimiliki oleh asing.

"Orang asing tidak boleh menguasai tanah di Indonesia. Secara legal tidak ada. HGU boleh dimiliki perusahaan Indonesia yang mungkin mayoritas sahamnya adalah orang asing," kata Menteri Sofyan Jum'at (23/3) di Jakarta.
"Nggak ada satu sertifikat HGU menguasai 100 ribu hektar. Kecuali grup perusahaan," sambungnya.

Ia juga menampik tudingan yang menyebut Presiden Joko Widodo melakukan pembohongan dalam program sertifikat tanah. Realisasi 5,3 juta sertifikat tahun lalu itu benar adanya.

"Kalau pak Amin bilang "ngibul", mungkin beliau kurang info," tandasnya.

Bukti dari keberpihakan pemerintah pada rakyat juga dibuktikan dengan menggencarkan kebijakan alih lahan HGU yang ditelantarkan sebagai objek reforma agraria. Sekaligus mengejar target tujuh juta sertifikat tanah tahun ini.

"Kalau selama ini tanah terlantar atau tidak dimanfaatkan, kita ambil dan harus bagi untuk negara," ungkap Sofyan.

"Kita nggak akan perpanjang. Itu yang ada di Aceh Barat Daya, seperti itu. Kemana aja lu selama ini sudah 20 tahun, 30 tahun punya HGU nggak diapa-apain. Jadi mereka nggak serius kan gitu," lanjutnya.

Diketahui, perpanjangan izin HGU lahan sawit yang dimiliki PT Cemerlang Abadi (CA) di Aceh Barat Daya didesak untuk dibatalkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat karena sebagian besar lahan disebut terlantar selama 30 tahun. Selain itu, perusahaan tersebut juga dikabarkan tidak pernah memenuhi kewajiban perusahaan membangun plasma seluas 20% dari luas konsesi hak guna usaha. (*)