Sukses swasembada beras, hingga serangan balik ekspor bawang merah ke Thailand belum lama ini di tiga tahun pertama, Menteri Pertanian Amran Sulaiman kini tertantang untuk mengembalikan kejayaan rempah-rempah Indonesia 500 tahun yang lalu.
Rempah-rempah nusantara sangat mendunia pada masa itu. Rempah-rempah menjadi daya pikat banyak negara di dunia untuk berlabuh ke Indonesia. Mereka menjadikan sejumlah daerah penghasil rempah di Indonesia sebagai mitra dagang strategis.
Sanking bernafsunya, beberapa negara bahkan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan hingga menguasai rempah-rempah di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu cara yaitu dengan menjajahnya. Meskipun tidak semua daerah berhasil ditundukkan.
"500 tahun yang lalu Indonesia jaya akan rempah-rempah, lada, kopi dan lainnya bukan karena tambang. Kita harus kembalikan kejayaan Indonesia," kisah Amran, antusias.
Quallah Battoo atau dalam ejaan baru dikenal sebagai Kuala Batu adalah salah satu daerah yang paling dikenal di dunia ratusan tahun silam sebagai produsen lada hitam berkualitas tinggi. Wilayah kekuasaan Quallah Battoo saat ini adalah wilayah administrasi Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Sejak 1789 teluk Kuala Batu sudah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang banyak disinggahi kapal-kapal Eropa dan Amerika. Sayang, Pada tahun 1832 Kerajaan Kuala Batu hancur dibombardir oleh pasukan infrantri Amerika Serikat menggunakan USS Potomac, kapal perang canggihnya pada masa itu, yang disamarkan sebagai kapal dagang Denmark.
Sejarah penyerangan tersebut terdokumentasi dengan baik di Amerika Serikat dengan tajuk The First Sumatran Expedition (Tahun 1832) dan The Second Sumatran Expedition (Tahun 1838). Dua-duanya menyasar Quallah Battoo dengan alasan serangan balik atas perompakan kapal dagangnya. (https://en.m.wikipedia.org/wiki/Sumatran_expeditions)
Bukan perangnya yang ingin diulang, tapi kejayaan rempah-rempahnya. Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim yang baru dilantik pada 14 Agustus 2017 lalu saat dikonfirmasi IstanaPos.com mengaku sangat antusias menyahuti rencana Mentan Amran tersebut. Bahkan sekitar setahun terakhir, sebelum menjadi Bupati, mantan jurnalis Serambi Indonesia yang juga hobi bertani ini mengaku sudah melakukan penangkaran bibit lada. Salah satunya lada perdu.
"Karena salah satu kelebihan lada perdu ini tidak perlu tiang panjat. Tapi saya juga mengembangkan lada panjat, karena umurnya lebih panjang dan produksinya lebih tinggi," tuturnya beberapa waktu lalu.
Ia sangat berharap Aceh Barat Daya mendapat perhatian khusus dari Kementerian Pertanian untuk mengembalikan kejayaan lada di Aceh Barat Daya yang pernah dikenal dunia itu. "Kalau perlu pak Menteri Amran turun ke Abdya, menjadi saksi sejarah kejayaan lada ratusan tahun lalu itu bisa kembali lagi," tandasnya.
Amran mengatakan hanya akan memprioritaskan bupati yang serius dan siap bekerja keras mengembalikan kejayaan rempah-rempah di Indonesia. "Saya tidak mau gagal. Masak dulu kita belum punya teknologi justru berjaya," katanya, di sela-sela panen raya kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (8/9).
"Ini kita kembalikan. Bapak Presiden minta. Kami ada alokasi anggaran kurang lebih Rp 5,5 triliun untuk seluruh Indonesia. Kami kumpulkan, kabupaten yang berpotensi," lanjutnya. (**)