Oleh Chairuddin Simatupang
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar
Data Bank Dunia yang dirilis paling teranyar hutang Luar Negeri Negara Indonesia Fluktuasinya menembus angka 34, 08 %. Hal ini mengindikasikan masuk dalam level berbahaya.
Keadaan ekonomi berjalan melambat dunia usaha menghadapi kendala cukup besar dunia usaha dalam situasi gamang dan tergagap. Tidak efektif serta tidak berdaya guna maksimalnya paket kebijakan ekonomi yang digulirkan serta tidak memenuhi target yang diharapkan dari Tax Amnesty.
Hal ini tentunya ujung-ujungnya berdampak pada tingkat pengangguran dan pemenuhan kesejaheraan rakyat yang semakin jauh dari gapaian jari terutama rakyat kecil dalam memenuhi kebetuhan dasar mereka tentang Sandang Pangan dan Papan.
Hal lainnya pemerintah dituding tidak mampu menciptakan keamanan dan kenyaman dalam masyarakat adanya peristiwa- peristiwa teror yang terjadi, Perampokan - perampokan disertai tindakan kekekerasan.
Maraknya aksi berutal Gen Motor. Tawuran antar kampung. Tawuran antar pelajar. Peristiwa "Novel Baswedan " dan "penganiayaan " ahli IT Hermansyah, beribu - ribu berita Hoax berupa konten yang berisikan agitasi, hasutan.
Penghinaan tentang SARA di Media Sosial yang tidak bisa ditertibkan dan makin "menggilanya " peredaran Narkoba .
Hal - hal di atas tadi telah terjadi secara jelas dan "telanjang" kasat mata di bumi pertiwi saat ini. Tidak bisa tidak rakyat menilai negatif terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini. Yang dianggap belum maksimal mengkondisikan terciptanya kesejahteraan . Keamananan dan kenyamanan di tengah - tengah masyarakat.
Dalam kondisi status minus posisi Pemerintah dibenak masyarakat harusnya Pemerintah melakukan kebijakan Politik "Bujukan" guna mendapat dukungan dan simpati dari masyarakat. Bukan malah melakukan Politik "Pressure " kepada masyarakat.
Digulirkannya Perppu no 2 tahun 2017 tentang Keormasan yang inti dasarnya melarang adanya ormas yang radikal serta bertentangan dengan ideologi negara Pancasila dan UUD 1945. Namun apapun argumentasi urgensinya, tetapi dalam benak masyarakat Tetap Pemerintahan Jokowi - JK masuk dalam ranah katagori memasung " Kebebasan Berserikat dan Berkumpul yang dijamin oleh undang - undang. Pemerintah dinilai oleh banyak kalangan telah bertindak melakukan politik Represif.
HTI sebagai "kurban" pertama dari Perppu No 2 tahun 2017 tentunya menuai berbagai reaksi terutama dari Umat Islam sebagai Pemegang " Saham" Terbesar Republik ini.
Ormas HTI walau dalam kenyataan juga banyak menuai pandangan miring dari kalangan umat Islam sendiri terutama tentang kajian terhadap khilafah. Namun demikian rasa solideritas keislaman terlalu kuat jika saudaranya (HTI) walaupun dinilai cukup "nakal" tapi tidak setuju jika harus diberangus dan di eleminir dari Tanah Persada ini dikarenakan sikap kebijaksanaan politiknya.
Ormas HTI walau dalam kenyataan juga banyak menuai pandangan miring dari kalangan umat Islam sendiri terutama tentang kajian terhadap khilafah. Namun demikian rasa solideritas keislaman terlalu kuat jika saudaranya (HTI) walaupun dinilai cukup "nakal" tapi tidak setuju jika harus diberangus dan di eleminir dari Tanah Persada ini dikarenakan sikap kebijaksanaan politiknya.
HTI selama ini menurut umat Islam dinilai tidak termasuk dalam katagori Berbahaya. Seperti kita memahaminya bahwa di Indonesia seluruh umat Islamnya beraliran Assunah bukan garis keras seperti Syiah dan Khawarij.
Dan Simbol Umat Islam di Indonesia direfresentasikan oleh NU dan Muhamadiyah yang moderat. Biasanya gerakan aliran keras diam -diam tersembunyi dan tanpa bentuk Jadi tidak mungkin gerakan Radikal itu diformil dalam bentuk orgsnisasi yang aktivitas jelas terlihat dengan mata telanjang. Mengenai Ormas yang bertentangan dengan Pancasila sekarang sudah tidak ada lagi semenjak berlakunya Azas tunggal buat seluruh ormas dan Parpol yg ada di Indonesia. Beragam - ragam Ormas Islam di Indonesia pada inti adalah sama yang membedakannya hanyalah pada tehnis sikap pelaksaannya menjalankan roda organisasinya.
Yang patut dipahami juga bahwa muncul Perppu No 2 tahun 2017 ini. Tidak heran oleh kalangan umat Islam dicurigai sebagai punya target sasaran antar waktu saja, yang ujung - ujungnya menyasar pada Ormas tertentu yang dinilai sikapnya terlalu keras menentang Pemerintah l.
Banyak juga asumsi - asumsi berseliweran bahwa keluar Perppu no 2 tahun 2017 akibat bisikan dari orang-orang LSM dan orang-orang yang Islamphobia yang ada di pusat pusaran Istana.
Kebijakan pemerintah mengenai keormasan ini untuk sebagian orang tentunya menambah predikat baru sebagai Pemerintah yang Otoriter. Hal ini juga didasarkan penilaian para pakar Hukum Tata Negara yang menyatakan bahwa Perppu itu dikeluarkan " jika negara dalam Kegentingan yang memaksa" perppu tidak bisa diobral begitu saja.
Fenomena dan asumsi yang berkembang dalam masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja, karena bisa menjadi "Api Dalam Sekam"