Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Ekspor mineral mentah dihentikan hari ini, siapa yang berani langgar?

10 January 2017
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014, dikatakan bahwa perusahaan tambang dibolehkan melakukan ekspor mineral mentah (ORE) hingga 11 Januari 2017. Artinya terhitung hari ini seluruh kegiatan ‎ekpornya berhenti.

Sejumlah pihak yang kontra dengan PP tersebut mendesak adanya relaksasi ekspor mineral mentah. Namun, Menko Luhut menekankan apapun yang akan diputuskan oleh pemerintah tidak boleh melanggar Undang-Undang (UU). 

"Kita tidak ingin mengulangi kesalahan. Kita ini menerima masalah yang lalu, yang menurut saya kita banyak melanggar UU. Tapi sudah kejadian mau diapain," katanya.

Ketika ditanya tentang  PT Freeport Indonesia, Menko Luhut meminta perusahaan tersebut untuk tunduk terhadap peraturan yang akan disahkan oleh Pemerintah. Peraturan yang dimaksud adalah revisi Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

 "Kalau ini (peraturan) jadi, Freeport harus patuh dengan peraturan yang dibuat," kata Menko Luhut. Sambil menambahkan bahwa kalau ada dibuat perjanjian, maka perjanjian tersebut  harus dijalankan.

Wacana tersebut sempat mendapat respons beragam, ada yang mendukung, tapi tidak sedikit yang menolak. Seperti dilansir Antara, Direktur Utama PT Antam, Tedy Badrujaman mendukung rencana tersebut. Menurut dia, rencana relaksasi ekspor mineral secara terbatas yang diwacanakan pemerintah dapat mengoptimalkan nilai tambah hilirisasi bijih mineral.

Ia menjelaskan, jika ekspor bijih mineral kembali diberlakukan, maka Antam sebagai BUMN pengelola sumber daya mineral, siap mengekspor bijih nikel antara 15-20 juta ton pada tahun 2017. Apalagi bijih nikel merupakan produk tambang yang memiliki nilai tinggi di luar negeri, sehingga jika diekspor akan menjadi tambahan pemasukan bagi negara dan pendanaan bagi proyek pertumbuhan pendapatan.

Namun, respons negatif mengalir Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I). Mereka menilai, kebijakan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian investasi terhadap sektor industri pengolahan dan pemurnian mineral. Selain itu, kebijakan tersebut juga memberikan sentimen negatif ke sektor lainnya termasuk perbankan nasional.