Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Parlemen Dukung Lahirnya RUU Pekerja Sosial

11 December 2018


Komite III DPD RI mengapresiasi langkah DPR RI menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Sosial. DPD RI akan ikut berjuang agar pengesahan RUU ini berdampak positif bagi peningkatan kualitas manajemen penyelenggaraan praktik pekerjaan sosial di Indonesia.

“Praktik pekerjaan sosial sejatinya harus mengutamakan keselamatan Panyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pekerjaan sosial menjadi kunci utama dalam penanganan beberapa masalah sosial. Pekerja sosial dalam penanganan kemiskinan juga sangat dibutuhkan. Selain itu, dalam penanganan masalah anak dan lansia juga sangat penting. Karena itu RUU ini cukup strategis. Komite III sebagai pihak yang dimintai masukan atas penyusunan RUU ini akan segera memberi pandangan terkait RUU ini,” kata Wakil Ketua Komite III DPD RI Novita Anakotta saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite III DPD RI dalam Rangka Penyusunan Pandangan DPD RI dalam Penyusunan RUU Pekerja Sosial bersama narasumber Kepala Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung, Heri Kris Sritanto dan Pakar  Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Siti Napsiyah Ariefuzzaman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/12).

Dalam kesempatan ini, Novita juga mempertanyakan kepada para narasumber perihal sejauhmana RUU Pekerja Sosial mengatur soal ijin praktik pekerja sosial asing dan  mengatur tentang pemberdayaan organisasi profesi pekerjaan sosial. “RUU ini sudah cukup urgent untuk segera disahkan. Dengan pertimbangan RUU ini harus mengatur mengenai permasalahan pekerja sosial secara komprehensif,” tegasnya.

 Anggota Komite III DPD RI asal Provinsi Papua Barat, Chaidir Djafar memandang positif penyusunan RUU Pekerja Sosial oleh DPR. Dia berpesan agar pengaturan mengenai kriteria pekerja sosial dalam RUU ini lebih diperjelas. “Kita hormati penyusunan RUU ini. Namun, saya berharap pengaturan mengenai kriteria pekerja sosial dalam RUU ini jangan terlalu kaku,” pesannya.

Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung, Heri Kris Sritanto menyampaikan beberapa ketentuan yang perlu diatur dalam RUU Pekerja Sosial. Di antaranya, tentang ketentuan akreditasi, kompetensi, standarisasi dan registrasi pekerja sosial. Menurutnya, ketentuan tersebut selama ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri, namun belum komprehensif.

“Oleh karena itu, sebagai upaya melindungi warga negara dari kesalahan praktik, maka norma-norma terkait akreditasi, kompetensi, standarisasi dan registrasi pekerja sosial harus diatur melalui Undang-Undang,” katanya.
 
Sementara itu, Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Siti Napsiyah Ariefuzzaman menyampaikan tentang pentingnya UU Pekerja Sosial. Menurutnya, selama ini pengaturan tentang praktik pekerja sosial masih bersifat parsial dan belum diatur dalam suatu undang-undang. “Undang-Undang Pekerja Sosial diharapkan mampu menjadi paying hukum bagi profesi pekerja sosial dalam menyelesaikan masalah sosial di masyarakat,” katanya.