TGB Muhammad Zainul Majdi atau yang akrab disapa TGB akan mensomasi, melaporkan Tempo ke Dewan Pers dan menempuh jalur hukum karena kehormatan dan integritasnya telah dirusak oleh pemberitaan majalah Tempo edisi 17-23 September 2018 yang diikuti oleh Koran Tempo edisi 18 dan 19 September 2018 yang mencampuradukkan antara fakta dan opini. TGB menyampaikan bahwa majalah Tempo telah menjatuhkan harga dirinya serta keluarga sebagai anak Bangsa Indonesia.
"Saya pernah dihina bahkan dengan seorang ustadz juga, tapi saya tidak mau menanggapi dengan serius, karena mereka bukan by design, dan hanya mengedepankan emosi sesaat. Tetapi kalau ini (majalah, koran & media online Tempo) beda, jadi ini menyentuh pada sisi yang paling penting kehidupan pribadi maupun publik saya yaitu integritas dan kehormatan saya," kata TGB.
Dia menjelaskan bahwa orang yang bekerja dengan dirinya di Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten mengetahui betul karakter dirinya yang ingin membangun tata kelola pemerintahan dengan baik di mata masyarakat. "Nah berita ini secara tendensius media ini merusak kehormatan saya, berusaha merusak kehormatan dan integritas yang saya jaga selama ini, oleh karena itu saya melakukan langkah ini. Jangankan judul majalahnya, di tajuk beritanya ini saja sangat tendensius," ungkap TGB.
"Wartawan yang menulis liputan utama tersebut sama dengan wartawan yang menulis pemberitaan liputan utama mengenai Ahok, Teman Ahok dan Cyrus Network di 2016. Pada akhirnya, setelah kami menempuh jalur somasi, dewan pers dan jalur hukum secara pidana dan perdata Tempo kalah dalam persidangan," imbuh Mellisa Anggraini SH MH, penasehat hukum TGB menceritakan pengalamannya di 2016. Menurut Mellisa, Tempo telah banyak melanggar kode etik jurnalistik dan UU Pers serta tidak proporsional dalam menyajikan berita.
"Kami dari tim kuasa hukum akan melakukan langkah-langkah hukum, diantaranya melakukan somasi keras kepada Tempo karena telah merusak dan mencemarkan nama baik Tuan Guru. Hal itu kami lakukan, karena bisa dilihat bahwa KPK masih melakukan penyelidikan atau pengumpulan bahan keterangan. Berlindungan dengan kata-kata dugaan, Tempo menggunakan istilah Dugaan Pencucian Uang dan Gratifikasi. Meskipun ada kata dugaan, tetapi kata Pencucian Uang dan Gratifikasi ini telah merusak dan mencemarkan nama baik. Terlebih ada kata-kata Dugaan Korupsi. Ini jelas sangat tendensius." tambah Unoto Dwi Yulianto, SH MH, salah satu penasehat hukum TGB.
Klarifikasi Divestasi Newmont
TGB menjelaskan soal transfer yang masuk ke rekening pribadinya dari PT Recapital Asset Management yang merupakan pinjaman pribadi. "Transfer itu jumlah Rp 1,165 miliar, dua kali (ditransfer) kepada saya tahun 2010. Untuk apa? Saya meminjam dari Pak Rosan. Karena beliau pada waktu itu, meminta supaya pinjaman diproses melalui perusahaan," kata TGB. Mengenai pinjaman dari Recapital, TGB menjelaskan bahwa sudah dilunasi semua dari pinjaman pokok hingga bunga. Dia pun menyayangkan ketika ada transfer yang masuk ke rekeningnya dikaitkan dengan divestasi saham Newmont.
"Apakah ketika proses divestasi lalu kemudian saya tak boleh menaruh uang di rekening, sehingga semua yang masuk, yang saya setor, semua kemudian dikaitkan dengan divestasi? Apa seperti ini kita fair di dalam memberitakan sesuatu," sesal TGB.
TGB kemudian menjelaskan perihal sumber uang yang tersimpan di rekeningnya. Dia menyebut ada dua sumber uang, pertama dari gaji, dan tunjangan selaku Gubernur NTB, kedua berasal dari gajinya selaku pimpinan di salah satu sekolah milik keluarganya di Nahdlatul Wathan. "Sumbernya adalah seluruh pendapatan saya yang sah, baik pendapatan sebagai gubernur, gaji, tunjangan, honor, pajak daerah, yang kalau dirupiahkan itu cukup memenuhi apa yang disebut Tempo dan juga di luar penghasilan saya di luar kapasitas saya sebagai gubernur," papar TGB.
"Kami punya lembaga pendidikan yang hampir kalau ditotal itu cabangnya seribu, Nahdlatul Wathan. Di pondok pesantren induk, di mana saya yang menjadi pimpinan di sana dan memiliki hampir 16 ribu santri. Di salah satu perguruan tingginya saja, omsetnya dalam satu tahun bisa Rp 16-17 miliar," tutupnya.