Pria kulit putih berkacamata, dengan pipi chubbynya sesekali tertawa lalu terlibat obrolan kecil dalam bahasa yang saya tidak mengerti dengan seorang rekannya.
Di tangan kanannya terlihat menarik satu bongkahan besar, yakni koper berisi kamera, dengan tripod dalam ukuran yang lumayan diikat diatasnya. Sanking asiknya, Ia seakan lupa dengan beratnya beban yang dipikul ketika berjalan kaki menyusuri trotoar komplek Gelora Bung Karno (GBK) yang panjang dari venue ke venue.
Ia baru tersadar, lalu menarik nafas panjang ketika saya sapa. Terlihat buliran-bulitan keringat menetes dari balik rambut, lalu tumpah mengalir hingga ke dagu tak mampu dibendung tangkai kacamatanya.
"Jakarta panas ya," kata dia sambil tersenyum, membuka perbincangan kami, setelah saling menyapa. Kemudian mengibas-ngibaskan bajunya.
Namanya Lee Kangyou, kameramen salah satu TV olahraga di Korea Selatan, SpoTV. Sementara rekannya bernama Yoo Hyuntae. Keduanya mengaku baru satu hari di Indonesia.
"Kami tadi baru dari MPC (Media Press Center). Tapi belum ready ya," kata Hyuntae yang mengaku suka dengan nasi goreng.
"Nasi goreng enak ya," celotehnya, lalu menyebut merek bir produksi Indonesia yang langsung memikat lidahnya. "Enak banget," sambungnya.
Salah satu yang diluar dugaan Hyungtae adalah lalu lintas Jakarta. Dimana sebelumnya ramai diberitakan macet.
"Tapi ternyata nggak begitu. Kami bisa jalan-jalan kemana saja dengan mudah dan cepat," sambung Hyungtae.
Ia mengaku terlanjur datang agak lebih cepat, sementara pertandingan sejumlah cabor di kompleks GBK belum dimulai. Akan tetapi, Hyungtae sudah menyiapkan plan B untuk bertolak ke Bekasi meliput pertandingan sepakbola.
Di sela-sela pembicaraan itu, Hyungtae bertanya dimana Ia bisa menikmati rendang yang dekat dengan GBK. Ia mengaku penasaran dengan rasa masakan Padang itu.
Tak main-main, Ia kemudian menyerahkan handphone-nya untuk dicarikan posisi terdekat di google maps, untuk memastikan nama rumah makan dan letaknya.
"Saya sudah punya hape dengan nomor Indonesia lho," celoteh Hyungtae sambil memberikan Handphonenya.
Setelah terlibat perbincangan yang panjang soal venue, cabor andalan Indonesia maupun korea dan lain-lain di lorong pintu biru stadion utama GBK, keduanya meminta kami menjadi narasumber wawancaranya.
Setelah saya menjawab dengan anggukan, Lee Kangyou langsung dengan sigap mengeluarkan kamera dari kopernya. Tak lama, kamera sudah terpasang di tripod. Lalu Hyungtae menyodorkan microphone dan beberapa pertanyaan. Walhasil, kami saling tukaran wawancara.
"Komentar kami juga dimuat di koran kamu kan," canda Hyungtae. "Of course," jawabku singkat sambil tertawa. (*)