Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Ketua MPR: Kita Kurang Berdaulat...

23 July 2018

Ketua MPR Zulkifli Hasan menyerukan mahasiswa se-Indonesia yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan untuk bersatu. Tujuannya agar dapat merebut kedaulatan.

Pesan itu, Ia sampaikan mengutip pernyataan Bung Karno dan isi pembukaan alinea ke dua UUD 1945. Bahwa, menurut Zul, keadilan dan kemakmuran baru dapat dicapai setelah merdeka, bersatu dan berdaulat dicapai.

"Bung karno tegas mengatakan kita harus merdeka dan bersatu. Agar kita berdaulat. Setelah berdaulat baru kita bisa berlaku adil, lalu baru bisa setara," kata Zul dihadapan ribuan mahasiswa dan rektor dari 55 perguruan tinggi seluruh Indonesia, di Bandar Lampung kemarin (23/7).

Sampai sekarang, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menilai Indonesia masih kurang berdaulat, khususnya di sektor pangan.

"Kalau garam, bawang, beras kita enggak berdaulat, jangan bicara yang lain dulu. Kalau kedaulatan tidak ada jangan harap ada keadilan," tegas Zul. "Tidak rapuh, cuma kita kurang berdaulat di bidang terutama pangan ya," sambungnya.

Untuk merebut kedaulatan itu, Ia menyebutkan pentingnya peran pemuda. Ia mengingatkan sejarah kebangkitan nasional yang digerakkan oleh pemuda pada tahun 1908. 

"Yang 20 tahun kemudian mewujud dalam Sumpah Pemuda 1928. Anak anak muda juga menjadi pendorong Proklamasi kemerdekaan 1945, Pergantian kekuasaan 1965 sampai yang Reformasi 1998," paparnya. "Perubahan di republik ini tidak lepas dari pemuda dan mahasiswa," timpal Zul.

Ia berpendapat, demokrasi Pancasila harusnya melahirkan keadilan, bukan kegaduhan, seperti yang dewasa ini terjadi. Termasuk kegaduhan dalam berkaitan dengan isu-isu yang berbau SARA. Untuk itu, Ia mempertegas bahwa Indonesia adalah negara kesepakatan, bukan negara kelompok atau golongan. 

"Nenek kita dulu berjuang tidak pernah bertanya, hei kamu agamanya apa," imbuh Ketua MPR ini. Kalau kita masih ribut-ribut masalah agama, kita mundur lebih dari 72 tahun yang lalu," ujar ketua MPR, kelahiran Lampung Selatan ini.

"Dahulu, yang datang ke Indonesia cuma satu kapal, VOC. Sedikit mereka datang, pakai kapal kayu. Tapi bisa menjajah kita 350 tahun. Nah bagaimana jika sekarang yang datang ribuan tenaga kerja asing," sentilnya. (*)