Anjloknya Rupiah Membahayakan Ekonomi Rakyat
■ Oleh: Muhammad - 18 May 2018Anggota Komisi VI DPR Juliari Batubara mengingatkan, koordinasi antar lembaga pemerintah terkait seperti BI, OJK dan Kemenkeu sangat penting untuk mengatasi penurunan nilai rupiah terhadap Dolar AS
Dia khawatir apabila Dolar AS terlalu kuat terhadap rupiah, tentunya mengakibatkan barang-barang impor akan semakin mahal. Sehingga mau tidak mau, bank sentral harus intervensi ke pasar uang. Namun, tindakan ini beresiko karena akan mengurangi cadangan devisa kita untuk jangka pendek nya.
"Oleh karena itu, yang terpenting saat ini adalah upaya-upaya ekstra serius di dalam meningkatkan eksport kita, dan meningkatkan investasi modal asing di Indonesia di sektor riil. Semua aturan yang menghambat investasi, saat ini harus dihilangkan," katanya di Jakarta.
Juliari menambahkan, aturan yang menghambat tidak hanya aturan-aturan di level pusat, tapi juga di level daerah. Di samping itu, paket-paket insentif fiskal yang bisa ditawarkan pemerintah kepada usaha-usaha yang berorientasi eksport, harus juga ditambah.
Juliari menambahkan, untuk jangka menengah dan panjang tentu eksport Indonesia harus ditingkatkan. Saat ini, total eksport Indonesia hanya setengah dari total import. Hal ini akan selalu beresiko karena bisa membuat Rupiah terus menerus tertekan Dolar AS karena permintaan terhadap Dolar AS akan terus meningkat.
Selain harus terus berupaya meningkatkan eksport, investasi asing di Indonesia juga harus dipacu, terutama investasi di sektor produksi yang tujuannya juga untuk eksport. Sehingga akan memperkuat cadangan devisa kita karena perusahaan tersebut akan memberikan kontribusi riil terhadap perekonomian Indonesia.
Politisi muda PDIP berharap, rupiah tidak terlalu mudah naik turun. Dikhawatirkan, apabila rupiah terlalu mudah terpengaruh tekanan mata uang asing. Hal itu, akan mengakibatkan dampak negatif terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
"Rupiah harus bisa konsisten. Dalam 5 tahun ini, nilai tukar rupiah terhadap USD sudah terdevaluasi sekitar 40 persen. Ini harus dihindari ke depannya," pungkasnya.