Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Revisi UU Terorisme Nggak Bisa Ditawar-tawar Lagi

06 April 2018


Anggota DPR Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi mendesak dimasukkannya definisi terorisme dalam revisi UU Nomor 13 tahun 203 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Aboe mengatakan masuknya definisi terorisme dalam perubahan undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi.

“Absennya definisi tindak pidana terorisme dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 yang ada saat ini adalah penyebab carut marutnya pola pemberantasan tindak pidana terorisme yang terjadi selama ini, maka Perubahan Undang-Undang ini adalah momentum untuk segera merumuskan definisi tentang terorisme” ujarnya, Jumat (6/4).

Lebih lanjut, Aboe yang merupakan anggota Panitia Kerja Perubahan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme  mengatakan usulan adanya definisi dalam RUU ini bukan hal yang berlebihan.

“Ada 212 definisi terorisme yang ada di negara-negara di dunia ini. Artinya, kalau negara lain saja berani merumuskan definisi sesuai kebutuhan dan konteks ancaman terorisme di negaranya, mengapa kita Indonesia tidak?” kata tim perumus RUU ini.

Selain itu Aboe yang merupakan Kapoksi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan perumusan definisi terorisme adalah hak prerogatif suatu negara, hal ini telah dijamin ketentuannya dalam konvensi international sepanjang memenuhi kewajiban hukum internasional  oleh lembaga PBB.

Aboe menegaskan, terkait definisi terorisme ini, lembaga PBB bahkan sampai menunjuk seorang Pelapor Khusus (Special Rapporteur on the Promotion and Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms While Countering Terrorism) yang bekerja berdasarkan mandat Resolusi 2005/80 dari Komisi HAM PBB

"Definisi terorisme bahkan diperkuat oleh Resolusi 60/251 dari Dewan HAM PBB. Dalam laporannya, PBB menegaskan bahwa kebijakan, hukum, dan praktik dari pemberantasan terorisme harus dibatasi khusus dan didefinisikan secara cermat dalam rangka upaya pemberantasan tindak pidana terorisme,” ungkap Aboe.