![logoblog](https://3.bp.blogspot.com/-h2g5wrjCTDw/Wz3E6ocavYI/AAAAAAAABH8/nOqtyDL2VnEF_HmhZyjlu59zWRS8t7ZNwCLcBGAs/s1600/blogger.png)
Komite III Perjuangkan Kesejahteraan Guru dan Dosen
■ Oleh: Muhammad - 27 March 2018Memperjuangkan kesejahteraan guru dan dosen menjadi agenda penting yang didorong Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam revisi UU Guru dan Dosen. Kesejahteraan guru dan dosen saat ini dinilainya masih jauh dari harapan.
Fahira menilai, perhatian pemerintah pusat sekarang ini terhadap kesejahteraan guru dan dosen masih belum maksimal. Padahal, untuk membangun dan memajukan dunia pendidikan dibutuhkan peran guru dan dosen yang sangat besar.
“Bagaimana pendidikan kita mau maju kalau kesejahteraan guru dan dosen tidak diperhatikan. Guru dan dosen adalah ujung tombak kemajuan pendidikan suatu bangsa,” kata Fahira di dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ketua Komite Aparatur Sipil Negara Profesor Dr. Sofian Effendi, Ketua Forum Rektor Profesor Dr. Suyatno dan Profesor Dr. Budi Djatmiko di Ruang Rapat Komite III DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (27/3).
Menurutnya, pemerintah pusat belum punya program yang terukur untuk memajukan dunia pendidikan nasional. Program pendidikan pemerintah dari segi anggaran belum menjalankan asas keadilan.
“Contohnya dalam pembagian anggaran pendidikan untuk Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta masih tidak adil. PTN mendapatkan alokasi anggaran 93 persen, sementara PTS hanya kebagian 7 persen. Ini kan indikasi ketidakadilan,” katanya.
Untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen, Fahira menilai, pemerintah pusat belum memperhatikan kesejahteraan guru dan dosen yang berkecimpung di lembaga pendidikan swasta. Padahal, seharusnya tidak ada perbedaan antara mereka yang mengajar di lembaga pendidikan swasta ataupun negeri,
“Perhatian terhadap guru dan dosen seharusnya tidak dibeda-bedakan. Karena itu, ke depan perlu ada perbaikan nasib semua guru dan dosen di semua lembaga pendidikan,” katanya.
Fahira menyarankan, anggaran pendidikan negara dari APBN yang cukup besar sebesar 20 persen sebaiknya tidak dihabiskan sekedar untuk sertifikasi semata. "Guru jangan sampai waktunya habis untuk mengikuti sertifikasi. Lebih baik mereka dilatih agar bisa mendidik dan mencerdaskan generasi penerus bangsa," ujarnya.
Ketika ditanya, apakah perlu ada pemisahan antara UU Guru dan Dosen? Fahira menyarankan, ke depan UU yang mengatur tentang Guru dan Dosen bisa diatur terpisah. "Guru di bawah Kemendikbud, sedangkan Dosen di bawah Kemendikti. Jadi perlu dipertimbangkan pengaturan terpisah agar lebih fokus, tapi kita nanti mendengar masukan para pakar pendidikan dulu sebelum memutuskan pemisahan," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia Profesor Dr. Suyatno mengatakan, ada beberapa isu krusial dalan UU Guru dan Dosen yang perlu di revisi.
Menurutnya, revisi harus mengatur secara lebih detail hal-hal terkait perlindungan guru dan dosen. Selain itu masalah kewenangan guru dan dosen di dalam kelas atau kampus.
"Perlu juga dimasukan ketentuan agar guru dan dosen bersedia ditugaskan di seluruh wilayah Indonesia. Perlu juga memasukan ketentuan tentang perkembangan teknologi informasi dalam proses pembelajaran," pungkasnya.