Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Perpu Ormas Terlalu Berlebihan, Langkahi UU

04 October 2017
Politisi Partai Demokrat Yusyus Kuswandana menyarankan pemerintah membatalkan terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pembubaran Ormas.

"Alasan penerbitan Perpu tidak urgent. Seharusnya kalau ideologi Pancasila bisa diterapkan dengan baik oleh seluruh elemen bangsa, Perpu tentang Pembubaran Ormas tidak perlu ada," katanya di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, alasan pemerintah menerbitkan Perpu karena adanya kekosongan hukum dan adanya kegentingan yang memaksa lantaran ada ormas eksis yang mengindikasikanmengajarkan radikalisme sangat berlebihan.

“Ini adalah alasan tidak tepat yang terkesan ketakutan berlebihan. Kita kan sejatinya tidak ada kekosongan hukum, lantaran sudah ada UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas,” ucapnya.

Dijelaskannya, pada pasal 60 Dalam UU Ormas telah mengatur bagaimana mekanisme dan tahapan pembubaran Ormas. Jadi sudah jelas dan detail prosedur yang diatur dalam UU Ormas. Karenanya, syarat kekosongan hukum sebenarnya tidak terpenuhi.

Dia berharap, jangan sampai akhirnya publik melihat bahwa pemerintah membuat Perpu karena terlalu bersemangat membubarkan ormas tertentu.

Namun tidak mau mengikuti mekanisme yang ada dalam UU Ormas, lantas kemudian menerbitkan Perpu untuk mem-bypass aturan tersebut.

“Tentunya publik akan mempertanyakan  menyikapi aturan seperti ini yang tertuang didalam Perpu Harusnya pemerintah tetap konsisten menjalankan UU yang sudah ada secara konprehensip sesuai dengan makna yang di inginkan  UUD NRI Thn 1945 tentang partisipasi publik namun konstitusional dan harus dipatuhi oleh seluruh komponen bangsa," ucapnya.

Anggota Lembaga Pengkajian MPR ini menambahkan, digunakannya asas contrarius actus dalam Perppu ini juga tidak tepat. Asas contrarius actus artinya, badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang membatalkan.

“Masak pemerintah yang mengeluarkan ijin badan hukum kepada ormas, tapi mereka juga yang inisiatif membatalkan. Ini kan keliru. Dimana asas keadilan hukumnya?" tanyanya.

Yusyus mewanti-wanti, terbitnya Perpu tentunya akan membuat kekacauan administrasi bernegara kita, apalagi jika diambil preseden dalam bidang lain. "Bayangkan kalau Pejabat KUA membuat buku nikah, terus dia juga yang membatalkan pernikahan tanpa lewat Pengadilan, ini kan akan kacau sistem hukum nasional kita," jelasnya.

Dia mengingatkan, terbitnya Perpu Ormas telah menghilangnya proses peradilan dalam pembubaran Ormas. Padahal Indonesia merupakan negara hukum yg diamanatkan UUD NRI Thn 1945 dan
Salah satu amanat reformasi adalah memposisikan civil society sebagai kekuatan pembangunan nasional. "Nanti bisa kembali muncul rezim otoriter yang seenaknya memberangus lawan, tanpa lewat Pengadilan," ingatnya.

Oleh karenanya, dia berharap, ormas sebagai representasi dari civil society seharusnya, diberdayakan dan dilibatkan dalam pembangunan. “Kalaupun ada Ormas yang bermasalah, sudah berikan saja jalur penyelesaian sesuai dengan UU Ormas. Tanpa adanya Perpu kembali ke UU no 17 th 2013 tentang UU Ormas pun sebenarnya cukup, dan ideologi Pancasila diterapkan dan dipatuhi dengan baik di seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.