Anggota Komisi III DPR Adies Kadir menegaskan, orasi dalam demonstrasi yang bertujuan menggulingkan pemerintah dapat dianggap sebagai makar.
Menurutnya, Pasal 107 ayat 1 KUHP, perbuatan makar yang dapat dipidana pada dasarnya berupa wujud permulaan pelaksanaan dari suatu perbuatan menggulingkan pemerintahan atau tergulingnya pemerintahan dan tidaklah perlu berupa perbuatan yang begitu dahsyatnya dengan kekerasan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Selain itu, kata dia, berdasarkan ketentuan Pasal 107 KUHP tersebut, perbuatan provokatif yang telah terbukti melakukan perbuatan permulaan yang dapat dianggap merongrong pemerintah yang sah atau dengan maksud mengganggu proses pemerintahan dengan menghasut lisan melalui orasi pada saat demonstrasi, maupun menghasut secara tertulis melalui tulisan dengan brosur dan pamflet yang pada intinya bertujuan menggulingkan pemerintah. "Meskipun tidak dilakukan dengan perbuatan mengangkat senjata ataupun dengan tindakan kekerasan, tetap dapat dianggap sebagai perbuatan makar," kata Adies membacakan sikap DPR dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, kemarin.
Pelaku yang melanggar Pasal 107 KUHP dapat dipidana dengan penjara pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun.
"Integritas suatu negara adalah terjaminnya keamanan dan keutuhan wilayah negara dari segala bentuk gangguan, baik yang bersumber dari dalam negara maupun dari luar negara. Kejahatan menyerang keamanan dan keutuhan wilayah ini juga dapat dianggap sebagai perbuatan makar," ujarnya.
Menurut DPR, perbuatan makar tidak harus diidentikkan atau tidak sama dengan kekerasan. Bahwa dalam kejahatan ini tidak diperlukan benar-benar seluruh atau sebagian wilayah RI jatuh ke tangan atau ke dalam kekuasaan musuh atau terpisahnya sebagian wilayah dari wilayah NKRI. Akan tetapi, wujud permulaan pelaksanaan perbuatan dalam rangka mencapai maksud tersebut.
"Dengan demikian, objek kejahatan, ketentuan Pasal 106 KUHP ini berupa kejahatan yang membahayakan keamanan dan keutuhan wilayah yang dapat dikategorikan sebagai tindakan makar, yaitu melakukan perbuatan dengan meletakkan seluruh atau sebagian wilayah Republik Indonesia ke tangan atau ke dalam kekuatan musuh, dan melakukan perbuatan dengan memisahkan sebagian wilayah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," cetus Adies.
Lalu bagaimana efek pasal 107 ayat 1 antara kebebasan menyatakan pendapat dan hak asasi manusia? DPR menyatakan pelaksanaan kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan maupun tulisan telah diatur, baik oleh KUHP maupun dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Kedua peraturan perundang-undangan tersebut merupakan bagian dari pembatasan yang dimaksud oleh Pasal 28J ayat 2 UUD 1945," tutupnya.