
Merebaknya kelompok - kelompok dalam masyarakat Indonesia yang menonjolkan simbol - simbol keagamaan dan kedaerahan dalam setiap aktivitasnya sebagai warga masyarakat tentu sah - sah saja, tidak melanggar norma dan hukum.
Namun, dalam perspektif kehidupan bernegara ada yang kurang pas. Bisa jadi merebaknya kelompok tersebut ditafsirkan masyarakat sebagai bentuk ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan fisik dan non fisik warganya.
Merebaknya kelompok yang menunjukan simbol agama dan kedaerahan bisa ditafsirkan bahwa kelompok tersebut tidak lagi bisa mengandalkan negara dalam memenuhi kebutuhannya. Padahal memenuhi kebutuhan warga seharusnya merupakan tugas utama negara kepada rakyatnya.
Karena negara tidak mampu dan absen dalam pemenuhan kebutuhan tadi, maka masyarakat akan menggunakan caranya sendiri - sendiri. Karena manusia adalah mahluk sosial (Zoon politicon), maka secara naluriah dia akan bergabung dalam kelompoknya agar survive dan merasa aman.
Tindak tanduk yang dilakukan oleh masyarakat dengan simbol identitas dikemudian hari tidak mustahil memicu terjadinya gesekan antar nilai - nilai yang dianut antar kelompok di masyarakat.
Ke depan pemerintah harus netral dan adil dalam memperlakukan kelompok - kelompok dalam masyarakat yang merupakan elemen - elemen dan sub - sub budaya yang komplek dari negara Indonesia.
Pemerintah sebagai eksekutif negara harus mampu menjadi mediator komunikasi antar kelompok - kelompok identitas agar tidak timbul rasa saling curiga dan "saling mengintip" yang nantinya dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional.
Mengentalnya politik identitas akan segera mencair, jika pemerintah mampu memenuhi kebutuhan fisik dan non fisik setiap golongan dan kelompok dalam masyarakat. Intinya, setiap kelompok dan golongan dalam masyarakat harus terwakili dan didengarkan di Republik ini.
Oleh: Chairuddin Simatupang
Dewan Pakar Partai Golkar