Powered by Blogger.

Mobile Menu

Bola

ShowBiz

Bisnis

Asian Games 2018

CPNS 2018

Liputan9

Liputan9
Liputan9

Menu Bawah

Populer

Follow Us

Advertisement

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

More News

logoblog

Dilarang UU, Kenapa Pemerintah Izinkan Ekspor Mineral Mentah?

13 January 2017
Sejak diberlakukan tahun 2009, Undang-undang Minerba (Mineral dan Batubara) terus-terusan dikangkangi. Hingga saat ini, sejumlah perusahaan besar di sektor pertambangan masih berleha-leha tak kunjung selesai membangun smelter. 

Mereka juga pelit dalam berbagi royalty kepada negara. Tapi pemerintah terus- menerus mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk relaksasi. Memberi keringanan dan mengulur waktu. Padahal, PP relaksasi sudah pernah diterbitkan sebelumnya.  

Pada 11 Januari 2014, pemerintah mengeluarkan dua beleid sekaligus. Yaitu PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 

Dalam aturan itu ditegaskan, pemegang lisensi Kontrak Karya (KK) mineral logam dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral logam hanya memperoleh waktu relaksasi ekspor dalam jangka waktu tiga tahun sejak aturan diundangkan. Nah, sekarang relaksasi ekspor yang diberikan pemerintah justru lebih panjang, yakni mencapai lima tahun.

Lalu dimana letak wibawa Undang-undang Minerba? Haruskah pemerintah terus-terusan berkompromi dan memberikan relaksasi kepada perusahaan-perusahaan tambang besar yang malas membangun smelter dan pelit dalam memberikan royalti kepada negara?

Simak penjelasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan berikut ini;

Kok pemerintah malah bikin PP relaksasi sih? Bukannya UU Minerba dan PP sebelumnya sudah tegas, bahwa kemarin (11/1) ekspor konsentrat di-stop? Dimana nih letak wibawa Undang-undang negara kita?
Kan ini di peraturannya sudah disebutkan akan diawasi setiap enam dan lain sebagainya, progress pembangunan smelter. 

Diawasi bagaimana?
Kalau enam bulan pertama progress nya tidak ada, sesuai rencana yang disepakati ya dicabut ekspor konsentratnya.

Kenapa nggak tegas aja putuskan stop ekspor konsentrat seperti perintah undang-undang?
Kalau ini diputuskan, terus mau dikelola siapa. Nah pertanyaannya begitu. Perusahaannya tutup, employment atau tenaga kerjanya bubar, invetasinya terganggu, pendapatan daerah, pendapatan negara dan lain sebagainya.

Itu kan alasan-alasan klasik perusahaan tambang sejak dulu? Dan sudah diberikan kelonggaran selama bertahun-tahun, sejak UU Minerba tahun 2009?
Kalau ditutup, misalnya ini yang ditutup dikasihkan Rakyat Merdeka untuk ngelola. Saya yakin juga nggak akan jadi smelter dalam waktu semalam. Yakin saya. Ini realita yang harus dihadapi, kalau mau di-enforce ya dulu tahun 2014 di-enforce.

Memangnya pemerintah tidak punya sama sekali opsi lain selain relaksasi lagi, ubah UU lagi?
Ya sekarang saya tanya, nasehatnya Rakyat Merdeka apa... Nah...

Kalau mereka merasa kesulitan, dan perusahaannya terancam tutup, diambil alih oleh negara emangnya nggak bisa apa? Bukankah negara ini juga punya banyak SDM dan modal? Atau dilelang saja pada siapa yang bersedia?
Saya kira tetap tidak sanggup membangun smelter dalam semalam. Pasti juga lima tahun.

Sembari menunggu smelternya selesai, konsentratnya kan bisa untuk suplay kebutuhan dalam negeri. Kan nggak harus ekspor?
Untuk apa di dalam negeri, kalau nggak bisa diolah. Ditumpuk gitu saja.

Apa negara tidak bisa bikin pasal pengecualian ekspor, jika dikelola oleh BUMN? Itu kan lebih mewakili kepentingan negara daripada mewakili kepentingan pengusaha khususnya asing, yang untuk pembagian royaltinya saja pelit?
Itu... Bertentangan dengan Undang-undang donk. Ini bukan soal nasionalisasi lho, ini soal fair-practice mengikuti perundang-undangan yang ada.

PP ini sudah dikonsultasikan ke DPR?
Pembuatan PP ini dan juga Permen (Peraturan Menteri) itu kita sudah berkonsultasi dengan pimpinan Komisi VII, baiknya apa yang harus dilakukan kedepan. Karena yang harus dihadapi adalah penerapan UU yang konsisten, dan realita selama ini.

Apa poin penting di PP ini?
Pertama, poin penting dalam PP Nomor 1 tahun 2017 adalah perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51% secara bertahap. Ini penting, dan instruksi Presiden bahwa dengan diterapkannya PP ini maka semua pemegang KK dan IUPK itu wajib tunduk kepada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, yang wajib itu melakukan divestasi saham sampai 51 persen. Secara bertahap memang jadi mungkin 30 persen dulu, jangka waktu 10 tahun sejak berproduksi. Secara mayoritas sesuai perjanjian KK (Kontrak Karya) dan sesuai UU bahwa secara mayoritas itu akan dikuasai negara, dan paling kurang dikuasai oleh BUMN.

Selain itu?
Kedua, perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUP dan IUPK, paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. Kalau untuk pertambangan mineral logam, itu pembahasan tdk mungkin sebelum dua tahun berakhir. Ketiga, pemerintah mengatur tentang harga patokan penjualan Minerba. Kita yang akan menentukan patokannya gimana. Keempat, kita juga mewajibkan dalam PP ini pemegang KK itu untuk mengubah izinnya, jadi dari yang dulunya contract of work, itu menjadi rezim perizinan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Ini tidak wajib, kalau mau KK terus tidak apa. tapi kalau KK di pasal 170 UU Minerba, itu dalam lima tahun wajib mengadakan pengolahan dan pemurnian. Tapi kalau tidak, itu wajib mengubah jadi izin usaha, bentuknya IUPK.